Badan Pusat Statistik (BPS) populasi Indonesia saat ini dikelompokan dalam 6 (enam) generasi yaitu Pre-Boomer, Baby Boomer, Generasi X (Gen X), Milenial, Generasi Z (Gen Z) dan Post Generasi Z (Post Gen Z). Pre-Boomer merupakan generasi yang lahir sebelum 1945. Berarti usia mereka pada tahun 2024 adalah 79 tahun ke atas. Kemudian Baby Boomer, yaitu generasi yang pada tahun 2024 berusia 60-78 tahun (lahir 1946-1964). Selanjutnya Gen X adalah generasi yang lahir pada 1965-1980 (sekarang berusia 44-59 tahun). Sedangkan Milenial yaitu generasi yang lahir pada 1981-1996 (saat ini berusia 28-43 tahun). Adapun Gen Z, merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun. Lalu terakhir adalah Post Gen Z adalah generasi yang lahir pada 2013 dan seterusnya. Setiap generasi memiliki keunikannya sendiri yang mencerminkan periode waktu tertentu dalam sejarah. Belakangan ini dalam kehidupan sehari-hari, kerap terdengar istilah baru yang menarik banyak perhatian, yaitu Generasi Z.
Berdasarkan data pada publikasi Kabupaten Kotabaru Dalam Angka 2025, sebanyak kurang lebih 120.274 penduduk Kabupaten Kotabaru pada tahun 2024 merupakan Gen Z. Gen Z dikenal sebagai generasi adaptif, berpengalaman secara teknis dan kreatif, dan unggul dalam lingkungan kerja yang berubah dengan cepat. Tumbuh dalam era digital, Gen Z sangat mahir untuk menggunakan teknologi dan berkolaborasi secara virtual, membuat Gen Z cocok dengan dunia kerja modern yang serba digital. Namun disisi lain, Gen Z memiliki kecenderungan untuk mudah merasa depresi, hal ini dikarenakan ekspektasi yang tinggi terhadap keseimbangan hidup serta sering kali merasa beban kerja lebih berat dari yang lain. Generasi ini juga bisa kurang sabar dalam meniti jenjang karier, karena terbiasa dengan akses cepat dan instan dalam kehidupan digital, yang kadang membuat mereka tidak siap menghadapi proses yang memerlukan waktu dan komitmen panjang.
Salah satu hal yang paling dicari Gen Z dalam bekerja adalah fleksibilitas. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbiasa dengan jadwal kerja dari jam delapan sampai jam lima di kantor, Gen Z lebih memilih sistem yang memungkinkan mereka bekerja kapan saja dan di mana saja. Hal ini tentu sangat didukung oleh teknologi yang memungkinkan mereka tetap terhubung dan produktif, tanpa harus terpaku pada ruangan tertentu. Bagi Gen Z, fleksibilitas ini sebuah kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Gen Z juga dikenal sebagai generasi yang membutuhkan umpan balik lebih sering. Bukan berarti mereka haus pujian, tapi mereka ingin tahu apakah kinerja mereka sesuai dengan ekspektasi dan bagaimana mereka bisa berkembang. Bagi mereka, feedback berkala bukan hanya soal evaluasi, tetapi kesempatan untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan. Alhasil, budaya kerja yang mendukung pembelajaran dan pengembangan diri sangat disukai oleh Gen Z. Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi salah satu prioritas utama bagi Gen Z. Mereka sadar akan pentingnya kesehatan mental dan cenderung menghindari lingkungan kerja yang terlalu menuntut hingga menyebabkan stres.
Di lingkungan Badan Pusat Statistik sendiri, sistem kerja fleksibel di telah diterapkan untuk menyesuaikan kebutuhan pegawai dengan tuntutan kerja, mendukung produktivitas, dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Fleksibilitas di BPS biasanya diterapkan melalui berbagai model, seperti flextime (penyesuaian jam masuk dan pulang kerja), kerja dari rumah (work from home), kerja dari kampung halaman (Work From Home Base), Flexible Working Space (FWS) yang memungkinkan pegawai dapat bekerja dari tempat lain yang ditetapkan sebelumnya, dan hybrid working yang mengombinasikan kerja di kantor dan di rumah.
Model ini memungkinkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan mereka di luar jam kerja konvensional atau dari lokasi yang lebih nyaman, asalkan target kinerja tetap tercapai dan sesuai standar pelayanan publik. Untuk menjaga efektivitas kerja, Kemenkeu juga memanfaatkan teknologi kolaborasi digital, seperti aplikasi komunikasi internal dan manajemen dokumen daring, yang memudahkan koordinasi dan akses informasi di mana pun. Dengan adanya sistem kerja fleksibel ini, BPS berusaha tetap responsif terhadap perubahan kebutuhan pegawai, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan merespons tren global menuju lingkungan kerja yang lebih modern dan adaptif. Seiring waktu, Gen Z diprediksi akan semakin mendominasi dunia kerja dan membawa pengaruh besar dalam membentuk budaya kerja masa depan. Mereka tidak takut untuk bersuara, berinovasi, dan mengejar pekerjaan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan finansial, tetapi juga memiliki dampak sosial. Pada akhirnya, budaya kerja Gen Z bukan sekadar perubahan dalam jam kerja atau lingkungan fisik, tetapi juga cara pandang baru tentang apa yang benar-benar berarti dalam bekerja. Fleksibilitas, kebermaknaan, transparansi, dan rasa saling menghargai adalah kunci membangun tempat kerja yang sukses di era Gen Z
Kontributor : Hafidya Hansari